Big Data dan Kesehatan Warga
- Ademos Indonesia
- 31 Mar 2020
- 4 menit membaca
Oleh : Tim Ademos
Ademos Indonesia – Saat ini kita berada di ambang revolusi teknologi yang secara fundamental sangat mungkin mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berhubungan satu sama lain. Dalam skala, ruang lingkup, dan kompleksitasnya, transformasi yang sedang terjadi berbeda dengan apa yang telah dialami manusia sebelumnya. Kita belum tahu persis apa yang akan terjadi di masa depan. Tetapi ada satu hal yang jelas: dunia harus merespon terhadap perubahan tersebut secara terintegrasi dan komprehensif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik dan swasta, sampai akademisi, dan tentunya masyarakat sipil (Tjadrawinata, 2016).
Salahsatu hal yang berubah adalah cara menggunakan data. Hal tersebut sangatdipengaruhi oleh perkembangan teknologi, karena dapat dilihat sekarangpenggunaan tiap individu terhadap data sudah sangat tinggi, hampir semua orangmemiliki data dalam setiap perangkatnya (komputer / laptop, smartphone, flashdisk, harddisk eksternal, dll) yang jika dijumlahkanakan menjadi besar sekali. Hal ini dipengaruhi juga dengan mudahnya tiapindividu untuk mendapatkan data yang diinginkannya (film, musik, games, foto) melalui internet yangmenghubungkan tiap individu di seluruh dunia dengan mudah tanpa terhalang jarakdan waktu.
Sekarangdata menjadi hal yang penting dalam menjalankan berbagai hal, antara lainseperti mengetahui tren pasar, mengetahui keinginan konsumen saat ini danmeningkatkan hasil penjualan. Hasil perubahan ini sangatlah besar, data pundiolah dengan lebih terkomputerisasi sehingga penyimpanan beberapa data dapatmenghemat tempat dalam kantor perusahaan dengan cara penyimpanan softcopy.Data yang tersimpan ini lama kelamaan menjadi sangat banyak dan besar sehinggasemakin susah untuk digunakan dan kemudian disebut sebagai big data. Dengan perkembangan teknologi sekarang, big data sudah dapat diolah dan digunakan lagi, bahkan memberikan hasil yanglebih baik karena mencakup pengolahan data yang ada di dalam media sosial(Situmorang, 2016).
BigData padaSektor Kesehatan
Diantara berbagai sektor yang terdampak oleh revolusi teknologi sekarang ini,tampaknya sektor kesehatan adalah sektor yang paling mungkin mendapatkankeuntungan dari bergabungnya sistem fisika, digital, dan biologi, walaupunsektor ini mungkin juga yang paling tidak siap menerimanya. Hal ini diperkuatdari hasil survei terhadap 622 pemimpin bisnis dari berbagai industri diseluruh dunia oleh The Economist Intelligence Unit. Jajak pendapatterhadap para pemimpin bisnis ini menunjukkan bahwa mayoritas yang signifikandari para eksekutif tersurvei percaya bahwa kesehatan adalah sektor yang akanmendapatkan keuntungan besar dari dampak revolusi teknologi sekarang ini(Tjandrawinata, 2016).
Saatini teknologi konsumen yang memakai telepon genggam dan alat kebugaran yangdipakai sehari-hari dapat mengumpulkan berbagai data secara detil tentangkesehatan dan status kebugaran seseorang. Data seperti ini berpotensial untukmentransformasi, tidak hanya kesehatan individual dan keperluan medisnya, namunjuga untuk penelitian kesehatan. Bahkan ada suatu studi yang juga dilakukanoleh The Economist Intelligence Unit mengatakan bahwa 50% dari paradokter percaya bahwa teknologi telepon pintar sangat memberdayakan pasien agarmereka berperan dalam mengatur kesehatan mereka secara proaktif (Tjandrawinata,2016).
Penggunaanbig data pada bidang kesehatan jugaterkait dengan usaha untuk mengatasi penyakit pada manusia (Parikesit, dkk,2017). Salah satu contohnya adalah keberadaan basis data FIND TuberculosisStrain Bank yang membantu peneliti dalam melakukan uji patogenisitas dan desainobat untuk mengatasi penyakit tuberculosis (TBC) (Tessema et al., 2017).Disisi lain, penelitian terkait penyakit tersebut juga maju pesat dikarenakankeberadaan basis data NGS yang membantu dalam anotasi genom patogen penyebabpenyakitnya yaitu Mycobacterium tuberculosis (Skvortsov et al., 2013;Han et al., 2015; Mokrousov et al., 2016). Keberadaan basis datatersebut sebagian besar digunakan untuk desain obat secara in silico denganmemanfaatkan kemudahan sistem daring. Publikasi terkait alur langkah dalammelakukan desain obat secara in silico telah banyak ditemukan.
Ditinjaulebih lanjut, sistem layanan kesehatan merupakan domain dengan intensitas datatinggi di mana sejumlah data dibuat, diuji, disimpan, dan diakses secaraharian. Misalnya, data yang dibuat ketika seorang pasien melakukan beberapa ujiseperti tomografi, data akan dianalisa oleh seorang radiografer dan dokter.Hasilnya kemudian akan disimpan di rumah sakit, yang kemudian akan dapatdiakses sewaktu dibutuhkan. Sayangnya saat ini belum semua rekam medis tersediadalam bentuk elektronik dan dapat diakses dari rumah sakit atau klinikkesehatan yang berbeda-beda. Dengan demikian seringkali diperlukan lebih darisatu kali uji kesehatan untuk menganalisa gejala yang sama. Hal ini menambahbiaya kesehatan yang ditanggung oleh pasien maupun industri asuransi.
ChristianEsposito, dkk (2018) mendemonstrasikan bagaimana komputasi awan dapat membantumemfasilitasi berbagi data bersama antar penyedia layanan kesehatan yangmenggunakan standar yang berbeda-beda, antara lain: Electronic Medical Records (EMRs),Electronic Health Records (EHRs), dan Personal Health Records (PHRs).Melalui konseptualisasi ekosistem EMR/EHR/PHR berbasis blockchain, ketika sebuah data rekam medis baru dibuat, sebuah blokbaru diinisiasi dan didistribusikan ke seluruh jaringan. Blok baru akandimasukkan ke dalam rantai blok ketika mayoritas peers menyetujui danmengesahkan. Dengan cara ini, data rekam medis tercatat secara efisien,terverifikasi dan bersifat permanen.
Kaitannyadengan pandemi Corona yang sekarang melanda, penggunaan big data dapat digunakan untuk melacak interaksi pasien positifCorona sehingga penyebaran lebih luas bisa dicegah. Big data yang dikombinasikan dengan sistem informasi geografisjuga bisa digunakan untuk menampilkanjumlah pasien yang positif, pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang dalampengawasan (ODP) di suatu daerah.
Bacaan lanjutan
Esposito, Christian e. a. (2018). Blockchain: APanacea for Healthcare Cloud-Based Data Security and Security? IEEE CloudComputing , 31-37.
HanSJ, T Song, Y-J Cho, JS Kim & SY Choi (2015). Complete genome sequence of Mycobacteriumtuberculosis K from a Korean high school outbreak, belonging to the Beijingfamily. Stand Genomic Sci 10(1), 78-89.
MokrousovI, E Chernyaeva, A Vyazovaya, V Sinkov & ON Narvskaya (2016).Next-generation sequencing of Mycobacterium tuberculosis. Emerg Infect Dis 22(6),1127–1129.
Parikesit,Arli Aditya, Dito Anurogo & RizaArief Putranto (2017). PemanfaatanBioinformatika Dalam Bidang Pertanian dan Kesehatan. Menara Perkebunan 2017,85(2), 105-115.
Situmorang, Zakarias (2016). Pemanfaatan TeknologiBig Data dalam Perspektif Ilmu Komputer dan Kesehatan. Orasi Ilmiah Disampaikanpada Wisuda Akademik Manajemen Informatika Komputer Imelda Dan AkademikKeperawatan Imelda Medan.
SkvortsovTA, DV Ignatov, & KB Majorov (2013). Mycobacterium tuberculosis TranscriptomeProfiling in Mice with Genetically Different Susceptibility to Tuberculosis. ActaNaturae 5(2), 62–69.
TessemaB, P Nabeta, E Valli, E Vailli & NH Lan (2017). FIND tuberculosis strainbank: a resource for researchers and developers working on tests to detectmycobacterium tuberculosis and related drug resistance. J Clin Microbiol 55(4),1066–1073.
Tjandrawinata, Raymond R. (2016). Industri 4.0:Revolusi Industri Abad Ini Dan Pengaruhnya pada Bidang Kesehatan danBioteknologi. Working Papers Dexa Laboratories of Biomolecular Sciences (DLBS)Dexa Medica Group.


Komentar