Mudik di Tengah Pandemi
- Ademos Indonesia
- 20 Mei 2020
- 2 menit membaca
Ademos Indonesia – Kebijakan pemerintah yang tidak secara eksplisit melarang mudik ke kampung halaman pada masa pandemi virus Corona atau Covid-19 sekarang ini menuai kontroversi. Di satu sisi menurut Machsus Fawzy (dosen ITS) tak ada jaminan pemudik terbebas dari Covid-19. Penyataan “Mudik Boleh Asal Tak Bawa Virus Corona” menurutnya tidak realistis. Mengingat 10 juta atau 20 juta orang pemudik (perkiraan jumlah pemudik pada musim mudik tahun ini) merupakan jumlah yang sangat banyak. Tentu tak ada jaminan mereka terbebas dari Covid-19.
Apalagidikabarkan beberapa kasus pasien positif Covid-19 tanpa gejala klinis atauasimtomatik. Mereka biasanya tak punya keluhan klinis seperti demam, batukkering, apalagi sesak napas. Namun mampu menularkan virus Corona kepada oranglain yang sehat. Machsus Fawzy menambahkan bahwa sekalipun saat mudik nantiditerapkan protokol kesehatan pada simpul-simpul transportasi tetap sajapemudik berpotensi menjadi pembawa virus (carrier)dari kota-kota besar ke kampung-kampung dan lingkungan sekitarnya.
Disisi lain banyak kelompok masyarakat di kota-kota besar yang kebetulan menjadizona penyebaran Covid-19 yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar sehari-harinyaselama masa pandemi ini sehingga punya dorongan sangat kuat untuk mudik. Tidakada lagi aktivitas ekonomi yang dapat menopang kehidupan dasar mereka, terlepasdari apapun bentuk himbauan dari pemerintah soal mudik.
Lantasbagaimana sebaiknya sikap masyarakat desa atau kampung yang mau tidak mau menerimapemudik? Pertama dan utama, masyarakat desa atau kampung yang didatangi pemudiktidak perlu panik namun harus tetap waspada. Desa atau kampung harus mewajibkansetiap pemudik yang datang untuk memerikasakan dirinya terlebih dahulu difasilitas-fasilitas kesehatan terlepas dari apapun kondisi kesehatan parapemudik tersebut.
Barusetelah para pemudik mendapat surat keterangan telah menjalani pemerikasaanmereka dapat memasuki desa atau kampung untuk kemudian menjalani swa-karantinaselama minimal 14 hari. Jauh lebih bagus kalau desa atau kampung bisa menyediakantempat isolasi khusus sehingga setelah para pemudik memasuki desa atau kampungmereka melakukan swa-karantina di tempat tersebut, tidak di rumah sanaksaudaranya. Kemudian gunakan alokasi dana desa atau dana kelurahan untukmensubsidi sementara kehidupan mereka.
Sedangkanuntuk para pemangku kebijakan transportasi perlu selalu diingatkan kepadamereka agar terus memberlakukan protokol kesehatan wajib pada simpul-simpul transportasiseperti bandar udara, pelabuhan laut, pelabuhan penyeberangan, stasiun,terminal penumpang, halte bus, dan restarea di jalan tol. Hal ini penting karena pada simpul transportasi tersebutmenjadi salah satu tempat berkerumunnya pemudik untuk meneruskan aktivitas perjalananmudik ke kampung halaman.
Diluar kelompok masyarakat yang terpaksa mudik seperti di atas, menurut MuhammadHabib Abiyan Dzakwan dalam tulisannya yang berjudul Opsi Kebijakan Insentif dan Disinsentif bagi Pemudik untuk MencegahPenyebaran Massal COVID-19 perlu diberlakukan kebijakan yang berbeda.Alasannya adalah kelompok tersebut terdiri atas masyarakat yang relatif tidak memilikihambatan dalam memenuhi kebutuhan pangan dan papan di tengah pandemi COVID-19. Anggota kelompok tersebut setidaknya dicirikandengan status pekerjaan ataupun sumber pendapatan yang permanen sehingga sangatmemungkinkan bagi mereka menjalankan arahan kerja dari rumah (work-from-home) dan menjaga jarak fisik(physical distancing), di antaranyaadalah pengusaha, pegawai swasta, ataupun ASN.
Selanjutnyamenurut Muhammad Habib Abiyan Dzakwan (2020) harusnya diberlakukan laranganmudik bagi kelompok tersebut, karena toh kelompok tersebut masih bisa secaraemosional terhubung dengan orang-orang yang mereka cintai di kampung halamannyalewat komunikasi jarak jauh. Konsekuensi selanjutnya adalah harus ada penggantilibur nasional setelah pandemi berakhir sehingga kelompok tersebut bisamengganti jadwal mudik mereka dan lebih patuh untuk tidak mudik selama masa pandemi ini.
Bacaan lebih lanjut
Dzakwan,Muhammmad Habib Abiyan. 2020. OpsiKebijakan Insentif dan Disinsentif bagi Pemudik untuk Mencegah PenyebaranMassal COVID-19. Jakarta: Laporan CSIS.
Fawzy,Machsus. 2020. Menyikapi PolemikKebijakan Mudik Lebaran di Masa Pandemi Corona. Terbit di Radar Surabayapada 4 April 2020.


Komentar