Sejarah Pilkades dari Masa ke Masa
- Ademos Indonesia
- 19 Jul 2019
- 4 menit membaca
ademosindonesia.or.id – Pasca pelaksanaan Pemilu 2019 yang mengagendakan pemilihan Presiden-Wakil Presiden dan legislatif, genderang pertarungan politik di arus bawah (grass root) masih terus berlanjut dengan diselenggarakannya Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di beberapa daerah di Indonesia. Salah satu daerah tersebut adalah Kabupaten Bojonegoro, yang 156 desanya yang terletak di 27 kecamatan, akan melaksanakan Pilkades serentak pada 26 Juni 2019.
PelaksanaanPilkades serentak ini merupakan mekanisme baru dalam penyelenggaraan Pilkadesyang merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 tentang Desa (UU Desa), yang dari segiwaktu dilaksanakan secara bersama antar desa di setiap Kabupaten/Kota dan secarabergelombang yang dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6(enam) tahun. Manfaat dari pelaksanaan Pilkades serentak ini adalah kemandiriandan minim intervensi (politik) dari wilayah lain karena sama-sama melaksanakanPilkades.
Sistempenyelenggaraan Pilkades ternyata terus berubah bersamaan dengan metamorfosispermbengan peradaban manusia. Pada awal penbentukannya, desa hanya dihuni olehpuluhan keluarga yang masih terikat dengan ikatan talikekeluargaan/kekerabatan, yang kemudian mengadakan musyawarah dan mufakatmenunjuk seorang pemimpinya, yang diberi nama Panepuluh. Seorang Panepuluhjuga disebut Buyut apabila dasarterpilihnya karena atas pertimbangan usia. Di Jawa, seorang Panepuluh disebut Danyang jika merupakan orang pertama yang berdomisili di sebuahdesa. Begitu pula desa lainya diluar Jawa yang memiliki penamaan dan sebutansesuai dengan adat, budaya dan kearifan lokalnya masing-masing.
Padamasa kemudian, perkembangan jumlah keluarga di desa juga merubah penyebutanpemimpin desa yang diberi nama Penatusapabila memimpin 100 kepala keluarga didalam sebuah desa, dan Panewu apabila memimpin sebuah desa yangtelah dihuni oleh 1.000 kepala keluarga. Cara pemilihanya masih dengan caramusyawarah dan mufakat.
MenjadiPanepuluh, Penatus, atau Penewu jugaada syarat dan kriterianya. Untuk menjadi Panepuluh,kriteria pilihan didasarkan pada umur/usia, kecakapan, pengalaman dankesaktian, karena seorang Panepuluh harus bertanggung jawab atas keamanan &ketertiban dari sepuluh kepala keluarga dimaksud. Untuk terpilih menjadi Penatus, dia harus cukup dalam usia,bijak dalam bertindak, memahami adat istiadat penduduk desa yang dipimpinya,memiliki kelebihan dalam hal kesaktian. Kriteria bagi seorang Panewu jauh lebih ketat dari padakriteria seorang Panepuluh dan Penatus, sebab seorang Panewu ketika meninggal dunia akandigantikan oleh anak tertuanya yang lahir laki-laki untuk melanjutkan estafetkepemimpinan orang tuanya. Model sistem Pilkades ini ternyata telah mengajarkankita bahwa kecakapan dan kepantasan seseorang menjadi memimpin diukur dengankapasitasnya dalam melindungi warganya.
Modelini kemudian diubah pada jaman Belanda, tepatnya pada masa Thomas StanfordRafles (1811-1816), yang mengeluarkan dan mengubah mekanisme tata cara Pilkadesyang tidak lagi dipilih secara musyawarah dan mufakat dan diikuti kepala keluargasaja, tetapi dipilih secara langsung oleh seluruh penduduk desa yang telahdewasa dan dianggap cakap hukum.
ModelPilkades yang paling sederhana pada jaman penjajahan Belanda adalah dengan caramasing-masing pemilih dan pendukung calon kepala desa membuat barisan adupanjang ditanah lapang. Calonnya adalah orang yang telah mendapat persetujuan wedana dan asisten wedana (camat) serta kontrolir(pejabat pengawas pemerintah Belanda). Kepala desa terpilih adalah berdasarkanpanjang barisan pemilih atau pendukungnya.
MenurutSejarawan Universitas Terbuka, Effendi Wahyono, model Pilkades ini ternyatasangat rumit dan koruptif. Mereka umumnya menyuap wedana atau asistennya agar lolos sebagai cakades. Selama dua atautiga bulan menjelang pemilihan, mereka harus “membuka meja” setiapmalam. “Buka meja” merupakan istilah untuk jamuan umum berupa makan,minuman, dan rokok untuk warga desa. Warga desa dapat mengunjungi rumah paracalon yang telah membuka meja untuk makan dan minum. Selesai di satu calon,mereka dapat mengunjungi rumah calon lain untuk melakukan hal yang sama.
Untukmensukseskan hajatnya untuk menjadi Kepala Desa, para cakades dibantu oleh gapit (penyebutan tim sukses calonkepala desa /cakades) dalam memobilisasi pemilih. Gapit ini menjadi mesin politik yang harus dibangun secara mandirioleh cakades dengan memanfaatkan unsur-unsur yang ada di dalam masyarakat desa.Terkadang peran gapit, lebihmenentukan kemenangan daripada sosok cakades itu sendiri.
Padaperkembangannya, model pemilihan ini dianggap rawan dan menimbulkan konflikhorisontal secara terbuka antar pendukung cakades, yang pada prosesnya pilkadesdilaksanakan dengan pemilihan langsung secara tertutup. Pemungutan suaradilaksanakan dengan menggunakan biting(lidi) yang diberi tanda khusus oleh panitia yang dimasukan ke dalam bumbung (berfungsi sebagai kotak suarayang dibuat dari bambu) yang diletakkan didalam bilik tertutup. Jumlah bumbung disesuaikan dengan jumlah calonyang ada. Masing-masing bumbung ditandai dengan simbol berupa hasil bumi atau palawija, misal padi, jagung, danseterusnya.
Setiappemilih yang menggunakan hak pilihnya menerima satu biting dan kepala desa terpilih ditentukan berdasarkan jumlah biting terbanyak diantara semua bumbung. Jika terdapat calong tunggalmaka disediakan dua bumbung di dalambilik pemungutan suara yaitu bumbungdengan simbol cakades yang ada dan satu bumbung lagi tanpa simbol apapun yangdisebut “bumbung kosong”. Jikahasil penghitungan biting dari “bumbung kosong” jumlahnya lebih banyakberarti calon tunggal tadi kalah dengan “bumbungkosong” dan dia dinyatakan tidak terpilih.
SetelahIndonesia merdeka, Pilkades sudah mengalami peningkatan yaitu denganmenggunakan pemilihan tertutup dalam bilik suara dengan menggunakan kartusuara. Karena pada saat itu belum banyak orang yang bisa membaca (angka butahuruf masih tinggi), maka cakades tetap diidentidaskan dengan gambar hasil bumiatau palawija. Pemilih yangmenggunakan hak pilihnya menerima satu lembar kartu suara kemudian membawanyakedalam bilik tertutup dan mencoblos gambar salah satu calon yangdikehendakinya. Hasil penghitungan suara, calon yang mendapat suara terbanyakitulah yang terpilih sebagai kepala desa.
Diera reformasi sekarang ini, model pemilihan kepala desa mengalami perkembanganyaitu menggunakan kartu suara berisi foto dan nama cakades. Pemilih dalammenggunakan hak pilihnya harus mencoblos foto cakades yang dipilihnya. Hasilpenghitungan suara masih sama dengan cara sebelumnya yaitu calon yangmemperoleh suara terbanyak itulah pemenangnya.
Mekanismeini kemudian diatur dalam pasal 31 UU Desa, bahwa pemilihan kepala desadilaksanakan secara serentak diseluruh wilayah kabupaten/kota. Untuk memperkuataturan tentang UU Desa ini, maka lahirlah Peraturan Pemerintah (PP) No. 43Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa dan Peraturan Menteri DalamNegeri (Permendagri) No.112 Tahun 2014 yang secara khusus mengatur tata caraPilkades.
Padaprosesnya, Permendagri ini kemudian diubah melalui Permendagri Nomor 65 tahun2017 Tentang Perubahan atas Permendagri No 112 Tahun 2014 Tentang Pilkades yangmengubah dan menghapus beberapa hal yang ada di Permedagri lama. Hal inidilakukan untuk melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor128/PUU-XIII/2015 yang mengkabulkan beberapa tuntutan Asosiasi Perangkat DesaSeluruh Indonesia (APDESI) yang menguggat penghapusan mengenai ‘terdaftarsebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu)tahun sebelum pendaftaran’ yang diatur Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1)huruf c UU Desa. Keputusan ini kemudian menjadi hal yang paling mencolok dengandiperbolehkannya seluruh warga Negara Indonesia untuk mencalonkan diri diseluruh desa di Indonesia, tanpa ada syarat harus terdaftar sebagai pendudukdan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelumpendaftaran. Kelemahan dari keputusan ini dalah keraguan akan kapasitas cakadesnon-penduduk desa yang tidak menguasai dan memahami secara menyeluruh potensidan persoalan desa. si baiknya adalah, semakin banyak cakades-cakadesberkualitas yang dapat dipilih oleh warga desa yang memiliki kapabilitas,integritas dan konsep kepemimpan desa yang dapat mewujudkan desa kea rah yanglebih baik.



Komentar