Inspirasi Inovasi Sosial dari Romo Mangun
- Ademos Indonesia
- 11 Mar 2020
- 3 menit membaca
Ademos Indonesia – Melakukan inovasi sosial memang tidak mudah, apalagi ketika anda berada di lingkungan yang orang-orangnya sangat sulit punya motivasi untuk berubah karena sudah sangat tertindas secara struktural dan kultural. Meskipun demikian, bukan berarti inovasi sosial di lingkungan seperti itu tidak mungkin dilakukan. Tulisan ini akan coba membahas bagaimana mendiang Yusuf Bilyarta Mangunwijaya melakukan inovasi sosial di bantaran Kali Code.
MengutipRizky Alif Alvian (2015), YusufBilyarta Mangunwijayamemiliki banyak wajah. Ia adalah pemikir, rohaniawan, arsitek, aktivis dansastrawan sekaligus. Meski demikian, semua wajah itu disatukan oleh satu hal,yakni komitmen Romo Mangun___sapaan akrab YusufBilyarta Mangunwijaya___terhadap kemanusiaan. RomoMangun selalu mengharapkan agar kelak umat manusia bisa hidup dalam perdamaiandan persaudaraan; di sebuah dunia dimana penindasan tak ada lagi.
RomoMangun sebagai seorang anak yang mampu mengenyam pendidikan hingga dia dewasa,mempunyai keinginan kuat untuk mengabdikan dirinya pada agama yang dianutnyadan mengabdikan dirinya kepada bangsa Indonesia sehingga setelah masapendidikannya selesai di Institut Filsafat dan Teologi Sancti Pauli diYogyakarta, ia ditasbihkan sebagai pastur oleh Uskup Monseignour SoegijapranataSJ (tokoh yang dikaguminya) pada tanggal 8 September 1959.
Ketikamemilih menjadi Pastur. Ia sadar bahwa ia akan hilang kesempatannya untukmenjadi “orang terhormat dengan rumah besar, mobil bagus dan istri cantik” sebagaimanadibayangkan kaum remaja pada masanya. Tapi “benih” yang ditanam ayahnya telahtumbuh kuat oleh perang, ia percaya bahwa pekerjaan paling mulia baginya ialahmempersembahkan hidupnya bagi rakyat menderita dan jalan yang paling tepatuntuk itu ialah menjadi pastur, agar ia tak perlu tergoda mencari “uang” dan“kekuasaan”, sehingga ia dapat mencurahkan seluruh tenaganya untuk mewujudkan“cinta kasih”.
OktaviaDamayanti (2017) menuliskan bahwa pada tahun 1980 Romo Mangun berhenti menjadidosen setelah sempat mengajar di program studi Arsitektur UGM, keluar jugasebagai Paroki dan memutuskan tinggal dan berkarya sebagai pekerja sosial dipemukiman “hitam” Kali Code Yogyakarta sampai melakukan mogok makan untukmenolak rencana penggusuran. Tahun 1986-1988 ia berkarya di Grigak Gunungkidul,mendampingi penduduk setempat dalam program lingkungan hidup dan pengadaan airbersih. Serta ia mendampingi warga Kedung Ombo yang menjadi korban proyek pembangunanwaduk.
RomoMangun perhatian pada pendidikan dasar untuk anak-anak, bukan hanya di duniapendidikan tetapi Romo juga membantu dan berani berdiri di depan untuk menolakrencana penggusuran terhadap 30-40 keluarga yang menghuni kawasan kumuh KaliCode. Ia pun rela mogok makan untuk menolak penggusuran itu. Dengan lantang iamenyuarakan ke pemerintah daerah yang hendak melakukan penggusuran bahwamasyarakat Kali Code bisa memperbaiki pemukimannya sendiri asal diberikesempatan.
Setelahhari itu banyak bantuan yang diberikan Romo kepada para penghuni kampung Code,yaitu mulai dari mengubah mentalitas membuang sampah sembarangan di bantaranKali Code, menjadi di tiadakan, Inisisasi perbaikan tata pemukiman danlingkungan Kali Code sehingga hasilnya kawasan itu menjadi bersih dan tertata,dan bersama temannya Romo Mangun mendirikan Yayasan Pondok Rakyat (YPR)merupakan wadah pemberdayaan masyarakat dalam bidang lingkungan dan pendidikan.
Bagiwarga Kali Code, Romo Mangun banyak meninggalkan pelajaran berharga untukmereka, walaupun Romo Mangun tidak pernah dilahirkan di daerah tersebut tetapiRomo membantu dengan ikhlas dan tulus untuk kepentingan warga tersebut, halyang selalu Romo Mangun tekankan untuk masyarakat sekitar adalah selalubelajarlah untuk apapun hal yang bisa diambil pelajaran baiknya dan terapkanhal tersebut untuk kehidupan keluarga sendiri, sebarkan ke kehidupan wargasekitar.
Tindakanlain yang dilakukan Romo Mangun sebagai kepedulian terhadap mereka yang lemahdan tersingkir ditunjukkan dalam berbagai tulisan. Lewat tulisan, Romo Mangunmemberikan kritik maupun pendapat terhadap sesuatu yang tidak benar, sertapenjernihan dan pembelaan terhadap para korban yang menjadi kambing hitam suatumasalah.
MneurutOktavia Damayanti (2017) banyak juga kegiatan-kegiatan lain yang Romo Mangunselama membela masyarakat Kali Code. Mulai dari memberikan pelatihan menjahit,berkebun dan lainnya, supaya warga Kali Code punya penghasilan karena banyakyang masih buta huruf pada waktu itu. Rumah-rumah di Kali Code yang dibangunRomo Mangun murni menggunakan uang beliau sendiri bukan bantuan LSM.
Romo Mangun sering datang ke setiap rumah warga Kali Code untuk memperhatikan warga, salah satu yang Romo ajarkan ketika berkunjung ke rumah-rumah warga adalah untuk tidak membuang makanan, karena menurutnya membuang makanan sama saja tidak bersyukur. Romo Mangun juga merancang rumah warga Kali Code untuk dihadapkan ke kali karena jika setiap kali warga mengahadapkan diri ke kali dan kali berada dalam keadaan kotor maka warga yang memandang akan merasa perlu untuk selalu membersihkan kali, karena kali adalah halaman rumah mereka.
Cerita Romo Mangun dalam melakukan inovasi sosial di Kali Code memang sangat inspiratif, tetapi tidak serta merta bisa di salin-tempel di segala tempat dan kondisi. Romo Mangun melakukan inovasi sosial di daerah urban yang termarginalkan, artinya ketika anda ingin melakukan inovasi sosial di daerah-daerah yang lebih rural tentu saja perlu ada kontekstualisasi. Karena justru dengan terus melakukan pembaharuan dan kontekstualisasi maka gagasan-gagasan Romo Mangun akan terus hidup serta membantu memanusiakan manusia lebih banyak lagi. ( Tim Ademos )
Komentar